Jepara – sebanyak 20 Kompasianer menghadiri kegiatan Musabaqah Qira'atil Kutub ( MQK) tingkat Nasional yang ke- VI bertempat di komplek Pondok Pesantren Roudhlotul Mubtadi'in Balekambang Jepara Jawa Tengah 2/12/2017.
Kegiatan Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) tingkat Nasional yang dihelat tiap 3 tahun sekali. Sebelumnya kegiatan ini bertempat di Pondok Pesantren As'ad Olek Kemang Jambi. Untuk tahun ini kegiatan MQK tingkat Nasional Ke VI tahun 2017 dilaksanakan selama 9 (sembilan) hari mulai tanggal 29 November sampai dengan 7 Desember 2017 yang dibuka oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersama sejumlah menteri kabinet kerja, serta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Kegiatan MQK sendiri sebagai upaya untuk memotivasi kemampuan santri dalam melakukan kajian dan pendalaman agama islam bersumber pada kitab kuning, sebagai bagian dari proses kaderisasi ulama dan tokoh masyarakat masa depan, serta terjalinnya silaturahim antar pondok pesantren seluruh indonesia dalam rangka terwujudnya persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Kegiatan MQK sendiri akan memberikan manfaat bagi santri yang akan terus mempertahankan tradisi yang kuat, meningkatkan perhatian dan kecintaannya dalam mempelajari kitab kuning sebagai sumber kajian ilmu ilmu agama islam.
Secara umum kitab kuning dipahami oleh beberapa kalangan sebagai kitab referensi keagamaan yang merupakan produk pemikiran para ulama pada masa lampau ( al-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern sebelum abad 17-an. Lebih khususnya kitab kuning di tulis oleh ulama-ulama asing, tetapi secara turun temurun menjadi referensi ulama indonesia, kitab ,kuning juga di tulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis independen, atau sebagai komentar atas kitab karya ulama asing. Ujungnya mempelajari kitab kuning akan mendapatkan pehamanan tentang sumber pokok hukum Islam, Al-Qur'an dan Al-Hadist.
Menurut Muhtadin, S.Ag koordinator publikasi dan media center MQK menyampaikan bahwa Jumlah peserta/ Kafilah yang mengikuti lomba sebanyak 2.466 orang dari 34 propinsi di Indonesia. Dewan hakim 92 orang, Panitera pusat 29 Orang dan Panitera daerah sebanyak 28 orang. Ada tiga perlombaan pokok dalam MQK. Pertama, lomba membaca, menerjemahkan, dan memahami kitab kuning. Total ada 25 bidang yang akan dikompetisikan dan terbagi dalam tingkatan, yaitu: dasar, menengah, dan tinggi.
Untuk marhalah ula (tingkat dasar), ada lima bidang lomba, yakni: Fiqih, Nahwu (gramatika Bahasa Arab), Akhlak, Tarikh (sejarah), dan Tauhid. “Marhalah ula diikuti santri yang sudah berada di pesantren minimal satu tahun, dan berusia maksimal lima belas tahun kurang sehari,”.
Untuk marhalah wustha (tingkat menengah), ada sembilan bidang lomba, yakni: Fiqih, Nahwu (gramatika Bahasa Arab), Akhlak, Tarikh (sejarah), Tafsir, Hadis, Ushul Fiqh, Balaghah, dan Tauhid. Bidang ini diikuti para santri yang sudah menetap minimal 1 (satu) tahun di pondok pesantren dengan usia maksimal 18 tahun kurang sehari.
Sedang untuk marhalah ulya (tingkat tinggi), ada 11 bidang lomba. Selain sembilan bidang lomba seperti yang dilombakan pada tingkat menengah, dua lainnya adalah bidang Ilmu Tafsir dan Ilmu Hadis. “Marhalah ulya ini akan diikuti santri yang sudah mukim di pesantren minimal satu tahun, dan berusia maksimal 21 tahun kurang sehari,” ujarnya.
Kedua, lomba debat konstitusi berbasis kitab kuning. Lomba ini akan menggunakan Bahasa Arab dan Inggris dan Ketiga, Eksibisi, yaitu pertunjukkan atraktif tentang nazham kitab populer di pondok pesantren yang diisi oleh Tim (maksimal 5 orang) dari setiap kafilah. Nazham yang akan ditampilkan antara lain dari kitab Alfiyah Ibn Malik (kitab berisi 1000 bait syair tentang ilmu gramatika Bahasa Arab).
Selain kegiatan utama tersebut, ada sejumlah kegiatan penunjang yang dihelat di lokasi MQK. Kegiatan penunjang sifatnya tidak dilombakan. Kegiatan sersebut adalah Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren, Sarasehan dan Musyawarah MQK, Bazar dan Pameran Produk Pondok Pesantren, Diskusi Kepesantrenan dan Kitab Kuning, Shalawatan bersama Habib Syech Bin Abdul Qodir Assegaf dan Pentas Seni kaum santri.
Menurut Asma Melani dari Ponses Al Ikhlas Bone Sulawesi Selatan datang ke Balekambang sebagai peserta Lomba Wustha cabang ahklak kitab Ta'lim Muta'alin, “MQK merupakan ajang bergengsi para santri dalam hal kitab kuning, kami sering menelaah kitab di pesantren, dalam kegiatan ini kami akan menunjukkan kemampuan baca kitab kuning kami kepada peserta lain dan juga masyarakat, kitab adalah bagian dari roh nya pesantren.
Lain halnya Ahmad Soleh Sakni yang juga sebagai Sekretaris Jenderal Forum Pesantren Sulawesi Selatan, menurutnya mereka bersama rombongan 126 orang yang terdiri dari peserta 72, pelatih 15, tim kesehatan 2 dan sisanya pendamping. ” MQK baginya merupakan ajang yang harus dipertahankan, sebagai ajang silaturahim dan evaluasi kualitas bacaan kitab kuning pondok pesantren di Indonesia,”.
Sedangkan kegiatan lain sebagai penguatan keilmuan santri era milenial panitia MQK Nasional 2017 menyelenggarakan Diskusi Kepesantrenan dengan tema “Belajar Kitab melalui Digital & Fenomena Santri Milenial VS Tradisi Akademik Pesantren”, dengan pembicara KH. Dr. M. Lutfi Fathullah, Lc., M.A dan DR. H. Rumadi Ahmad, M.A.
Diantara diskusi itu Perihal Santri Milenial haruslah memiliki kepintaran dan Optimis dalam menggali Keilmuan Keagamaan dan Ke Islaman melalui pemahaman kitab kuning, sehingga membuat berdaya, dalam memiliki kemampuan sebagai modal bagi sumbangsih dalam upaya penguatan karakter dan kepribadian bangsa, serta menjadi insan terpandang yang di hormati dan disegani di masyarakat karena keilmuannya. Seperti tema besar MQK 2017 ” Dari Pesantren untuk penguatan karakter dan kepribadian bangsa”.
Santri juga harus melek teknologi, dengan artian jangan menjadi santri yang ketinggalan zaman, karena ke asikan belajar kitab di pesantren, lupa akan perkembangan ilmu dan teknologi. Padahal kitab kitab saat ini dapat di nikmati melalui digital dalam bentuk E-Book.
Kegiatan MQK 2017 juga memberikan berkah kepada masyarakat sekitar, mereka memanfaatkan depan rumahnya untuk berjualan makanan, aksesoris gantungan kunci, Bolpoin, dompet, tas, pernak pernik,lukisan, plakat, kenang-kenangan asli jepara, bahkan menjadi ojek dadakan untuk sekedar mengantar dari lokasi lomba ke penginapan. (SETIAWAN WIDIYOKO/Kompasiana)