Jepara – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara dalam hal ini Seksi Bimbingan Masyarakat Islam bekerja sama dengan Sat Binmas Polres Jepara menggelar Rapat Koordinasi Pembentukan dan Pembekalan Da’I Kamtibmas di Aula 2 Kemenag Jepara, Selasa (05/03).
Kementerian Agama berkomitmen menjadi komponen Negara yang ikut serta dalam menjaga perdamaian dan kerukunan bangsa, khususnya menjelang pemilihan legislatif dan Presiden 2019. Komitmen tersebut dituangkan dalam kegiatan bersama Sat Binmas Polres Jepara dengan membentuk dan membekali Penyuluh Agama Islam Non-PNS yang sebelumnya telah malang melintang di tengah masyarakat memberikan penyuluhan agama Islam, untuk ikut serta mewujudkan kerukunan dan ketertiban masyarakat.
Kasi Bimas Islam, Muslich, menegaskan bahwa ASN Kemenag mempunyai komitmen untuk menjaga kerukunan umat Bergama diamanapun ia berada.
“ASN di kemenag, punya komitmen untuk merawat kehidupan keagamaan dan kualitas keagamaan, pendidikan keagamaan dan akhirnya kerukunan keagamaan komitmen kita rawat sebaik-baiknya,” kata Muslich.
Kanit Bintibmas Polres Jepara, Aiptu. Ustan Sulistiyanto, dalam pemaparan materinya menyampaikan unsur apa saja yang bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian atau hate speech.
Pada dasarnya ujaran kebencian bisa disalurkan dalam dua cara. Yakni cara konvensional didunia nyata atau dengan cara penyebaran di media sosial atau cyber space. Kedua cara tersebut mempunyai jalan penyebaran yang berbeda-beda pula. Meski basisnya sama-sama menggunakan kata-kata.
“Untuk cara konvensional bisa dengan beberapa alat, missal mimbar ceramah dimuka umum, spanduk/banner, pamphlet, majalah, media massa, dll. Sedangkan cara penyebarannya bisa dengan ceramah atau pidato, orasi, atau dalam bentuk tulisan. Sementara untuk cara yang lebih canggih yakni lewat media sosial, missal dengan smartphone atau computer” ujar Aiptu Ustan.
Kedua cara penyebaran tersebut mempunyai isi materi yang sama, yakni berisi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, provokasi, penghasutan, penyebaran hoax, dll. Sementara obyek yang bisa dikatakan ujaran kebencian adalah SARA, warna kulit, etnis, gender, dan orientasi seksual.
“Tujuannya pun sama. Yakni membuat keresahan atau keonaran, atau menyebarkan kebencian terhadap kelompok tertentu, dan bahkan hingga membuat perpecahan antar masyarakat” tutur Aiptu Ustan.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga telah memuat tentang ujaran kebencian. Antara lain pasal 156, 157, 310, dan 311. Penanganan ujaran kebencian juga termuat dalam UU ITE.
Ketentuan tentang ujaran kebencian ini menjadi kepastian hukum apabila ada warga yang merasa mendapat hujatan atau provokasi di media sosial.
“Jika ada seseorang yang mendapat hujatan dimedia sosial, kemana mereka akan mengadu, mau diselesaikan sendiri atau dilaporkan polisi. Kan lebih bagus jika dilaporkan ke polisi” ujar Aiptu Ustan. (fm)