Jepara – Pemilu memang telah usai, namun hiruk pikuknya masih akan terasa hingga beberapa hari yang akan datang, paling tidak hingga pengumuman resmi dari KPU diumumkan.
Sejumlah kekhawatiran akan terjadinya kekacauan ataupun kerusuhan setelah pemilu masih terus terdengar hingga saat ini. Bahkan ada sejumlah elit yang tak segan mengumbar ancaman people power (kekuatan rakyat) apabila merasa kandidatnya dicurangi.
Hal ini turut serta mengurasi energi bangsa Indonesia yang sedang berusaha membangun kehidupan masyarakatnya lebih baik lagi.
“energi kita seolah habis hanya untuk memikirkan pemilu yang sebetulnya hanya berjalan sehari itupun lima tahun sekali. Namun dinamikannya terus dirasakan baik sebelum maupun setelah pemilu. Yang paling disayangkan justru kita tidak punya energi lagi yang tersisa untuk membangun negeri ini” ujar Ali Arifin, Kasubbag Tu Kemenag Jepara, dalam acara pembinaan rutin ASN setiap hari kamis akhir setiap bulan di Aula 1 Kankemenag Jepara, Kamis (25/04).
Dalam menyikapi pemilu, Ali Arifin, meminta ASN diminta untuk meneladai sikap para Sahabat Nabi pada zaman dahulu yang pernah mengalami dinamika politik juga.
Sempat terjadi perselisihan antar para Sahabat tentang siapa khalifah pengganti Rasulullah saat ini. Sejatinya, khalifah penganti Rasulullah SAW bukan untuk melanjutkan kenabian, tapi mempertahankan eksitensi Islam dan mengatur pemerintahan untuk mensejahterakan rakyat. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat, para sahabat terpilah-pilah dalam berbagai kelompok untuk mendukung khalifah dari sukunya masing-masing.
Ali Arifin menyebut, sepeninggal Rasulullah, terjadi prokontra antar para Sahabat. Para sahabat terpilah menjadi tiga kelompok. Dimana dua kelompok yang aktif dan satu yang pasif.
Kelompok yang pertama yakni dari Suku Quraisy. Suku Quraisy mengklaim yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah SAW adalah dari sukunya. Karena Islam pertama kali muncul dari suku Quraisy. Dan ini cukup masuk akal pada saat itu.
Kelompok yang kedua adalah dari Sahabat Anshor. Karena Islam bisa berkembang pesat pada saat berada di Madinah, tidak di Mekkah. Sementara Kelompok ketiga yakni Ahlul Bait atau keluarga dari Rasulullah sendiri. Mereka menganggap yang berhak menjadi pengganti seharusnya dari keluarga Rasulullah sendiri. Bukan dari orang lain. Ahlul Bait juga menonjolkan sosok yang sangat berkompeten saat itu yakni Sahabat Ali bin Abi Thalib.
Kejeniusan Ali bin Abi Thalib tidak ada yang meragukan. Semua sahabat mengakui kepintaran Ali. Baik dalam bidang keimanannya, tetapi juga dalam keberaniannya dalam berjihad. Ali juga termasuk dalam sahabat yang pertama kali masuk Islam.
Pada akhirnya, konflik penentuan khalifah ini berakhir dengan damai dengan mengangkat Abu Bakar RA sebagai khalifah karena dianggap sebagai sahabat yang paling senior. Abu Bakar yang cuma beda dua tahun dengan Nabi dianggap cukup matang sebagai pemimpin dan bisa mengatasi tokoh-tokoh besar yang murtad dan memberontak saat Nabi meninggal.
Pada masa khalifah Ali, perpecahan kembali terjadi antar sahabat yang cukup memilukan. Diantaranya perang Jamal yakni perselisihan antara Ali dengan Aisyah istri Rasulullah. Setelah itu ada perang Shiffin. Perang antara Ali melawan sahabat Amr bin Ash dan Muawiyah.
Yang menarik dari kejadian perang shiffin ini ialah fakta bahwa dari 10 ribu Sahabat Nabi yang hidup pada saat itu, dalam Minhaj as Sunnah (juz VI, hal. 237) disebutkan bahwa yang ikut serta tidak lebih dari 30 Sahabat. Mayoritas Sahabat memilih untuk tidak ikut dalam konflik tersebut dan menempuh jalan suci yakni fokus pada pengembangan kajian keilmuan seperti periwayatan hadits. Bagi mereka, Ali adalah menantu Nabi, Aisyah adalah istri Nabi, Muawiyah dan Amr bin Ash adalah sahabat Nabi.
Ali Arifin menyatakan bahwa suhu perpolitikan di negeri ini memang sedang memanas, dimana kedua belah kubu masing-masing mengklaim memiliki kedekatan dengan ulama.
Satu pihak menyatakan menggandeng ulama sebagai pemimpin, di pihak lain menyatakan sebagai pemimpin yang didukung ulama. Di lapisan bawah pun terjadi pemisahan yang terlalu kentara, ini kubu si A, dan ini kubu si B.
Ali Arifin pun mengajak para ASN untuk meneladani sikap para Sahabat saat itu yang memilih diam dan tidak memihak salah satu sambil mencela pihak yang lain. Serta menghormati apapun keputusan KPU nantinya.
“Kita jangan sampai larut dalam suasana panas dengan saling sindir apalagi saling caci. Biarlah pilihan kita ditentukan di bilik suara. Saya yakin pemilu kita masih memiliki slogan Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (LUBER)” ujar Ali Arifin. (fm)