https://jateng.kemenag.go.id/warta/berita/detail/mau-nikah-tapi-cemas-cerai-harus-kursus-dulu
Jepara – Mengapa kasus cerai masih tinggi? faktor kegagalan rumah tangga memang kompleks. Rentetan alasan lain yang berefek domino pun mendasari berakhirnya rumah tangga seseorang. krisis akhlak, faktor ekonomi, ketiadaan sikap bertanggung jawab, kurangnya keharmonisan, alasan politis, kekejaman jasmani dan mental, gangguan pihak ketiga, pernikahan di bawah umur,pelangsungan kawin paksa, kondisi cacat biologis, serta kecemburuan menjadi daftar penyebab perceraian menurut data Pengadilan Agama Jepara.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara, Nor Rosyid mengaku prihatin terhadap angka perceraian yang terus meningkat tiap tahun. Hal ini ia ungkapkan di Bimbingan Perkawinan pra nikah remaja usia nikah angkatan III kerjasama Seksi Bimas Islam dengan Fakultas Syariah dan Hukum UNISNU Jepara, (01-02/10).
Menurut Kepala Kantor, salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya pasangan bercerai adalah pergeseran makna dan nilai mengenai pernikahan dan perceraian.
“Mereka sebelum nikah sudah saling bersepakat, antara pasangan laki-laki dan perempuan, ‘Kalau kita nikah dua tahun saja, atau tiga tahun saja, setelah itu cerai, tapi perjanjian yang disaksikan atas nama Tuhan. Dan semua agama sangat memuliakan pernikahan,” katanya mencontohkan.
Rosyid menekankan pentingnya pendidikan pra-nikah yang terstruktur, sistematis, dan terencana bagi calon pasangan untuk menekan angka perceraian. Ia lantas mengatakan bahwa Kementerian Agama telah berusaha serius membenahi pendidikan pra-nikah lewat pengembangan modul sejak dua tahun lalu.
“Sebelum generasi muda kita menjadi ayah dan ibu nantinya, mereka harus diberikan wawasan yang baik, agar angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga tidak semakin meningkat,” jelasnya.
Berbagai alasan menjadi penyebab banyak pasangan memutuskan bercerai. Berdasarkan data yang dihimpun Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2010 hingga 2014, ketiadaan keharmonisan menjadi alasan utama yang membuat suami dan istri memilih berpisah. Sementara itu, tidak adanya tanggung jawab dan gangguan pihak ketiga serta faktor ekonomi menjadi penyebab lain terjadinya kasus perceraian.
Kursus Pra nikah dan bimbingan perkawinan memang berguna untuk memberikan pemahaman mengenai konsep penting sebuah pernikahan. Seseorang yang ingin menikah seharusnya mengetahui tujuan dari perkawinan yang ia jalani. Calon pasangan bisa belajar tentang hal-hal yang harus dipersiapkan saat mereka menjalani kehidupan berumah tangga, termasuk soal penyelesaian masalah, lewat pendidikan ini.
Pemerintah lewat Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara dalam hal ini Seksi Bimbingan Masyarakat Islam berupaya memberikan pendidikan pra-nikah bagi calon pasangan dengan mengadakan bimbingan dan kursus. Kepala Seksi Bimas Islam, Muslich Ahmad mengungkapkan salah satu upaya yang bisa dilakukan, dengan memberikan pembekalan atau kursus kepada calon mempelai.
Kemenag Jepara telah memberi kursus 300 orang pasangan calon pengantin merata di 16 kecamatan di kabupaten Jepara dan 3 angkatan dengan Bimbingan perkawinan pra nikah remaja usia nikah yang tiap angkatan 30 orang. Unisnu Jepara dapat kesempatan pamungkas di tahun 2019 ini memperkaya ilmu fiqh munakahat dan segala persiapannya.
Jadi sebelum melakukan pernikahan, calon mempelai yang sudah terdaftar di KUA diharuskan mengikuti kursus calon pengantin. Dalam kursus tersebut, calon pengantin akan diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai banyak hal.
Setelah mengikuti kursus ini, calon mempelai diharapkan sudah paham tentang berbagai hal. Dengan demikian mereka diharapkan bisa menyelesaikan persoalan ketika terjadi persoalan dalam rumah tangga
“Intinya, melalui kursus ini kami ingin menciptakan ketahanan rumah tangga dan menciptakan keluarga samawa (sakinah, mawadah, warohmah),” tandas Muslich. (sn)